Tags

, ,

image

Museum ini letaknya tidak terlalu jauh dari Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Jalan kaki aja bisa kok.

image

Masuk ke museum ini tidak dikutip biaya, kecuali biaya perkir sepertinya. Sotoy aja sih, secara kesana naek becak (motor)
Lah, tadi bilangnya bisa jalan kaki. Hehehe ya maap. Abis dari Masjid pake acra muter2 di Pasar Atjeh. Niatnya nyari souvenir, tapi jadinya malah liat2 emas, yang berujung lemas. Karena ngiler tapi gak kebeli haha.
Balik lagi ke museum.
Pengunjung diarahkan ke pintu start n langsung diberi dana sebesar 2 marble. Eh maap (sebelum nulis ngetik maen let’s get rich dulu, jadi kebawa suasana), ditunjukkan pintu masuk awalnya oleh petugas.

image

Begitu mendekati pintu masuk, kami (saya n temen, sebut saja mekar) langsung disambut alunan murattal. Begitu masuk, si merinding langsung berdisko ria, ga perduli sama lantunan ayat suci. Duh mo nulis kata2 yang menggugah kok susah ya.
Jadi, lorong ini dibikin segelap mungkin. Lalu dinding lorong dialiri air yang sesekali memercik ke pengunjung. Di tambah back sound suara percikan air + murattal, kebayang kan kenapa bodi otomatis merinding. Kebayang gimana penduduk Banda Aceh kala itu berjuang mempertahankan diri dari gulungan ombak. Sudah tidak perduli sanak keluarga, apalagi sekedar harta…
Perjalanan sepanjang lorong yang cuma beberapa meter itu terasa lama, menguras energi dan (seperti) mengurangi jatah oksigen yang terhirup…

Keluar dari lorong, kami masuk ke ruangan yg dilengkapi beberapa perangkat PC. Entah untuk apa, gak minat buat ngulik hihihi

Setelah keluar dari ruang PC, awalnya kami hanya melihat lorong lain, yang berfungsi sebagai jalan saja, karena terang benderang tanpa suasana mencekam seperti tadi. Tapi ketika kami melirik ke arah kiri…

image

Ini adalah ruang yang ditata melingkar. Lagi2 alunan murattal kembali menggema.
Dan, rasa mencekam kembali menyergap…
Di ruang melingkar itu, tertatah nama2 korban. Disusun melingkari ruangan tersebut, diatur sedemikian rupa hingga menyerupai bentuk ombak.
Nama2 itu memenuhi sepertiga tinggi dinding, sekitar 2m sepertinya.
Atap ruangan dibuat gelap, namun ada sebagian cahaya menerobos masuk melalui kaca patri yang tersemat lafadz Allah.
Dalam kondisi yang tiba2 pusing dan sesak, saya tiba2 memvisualisasikan korban yang terseret arus. Yang pada saat itu pasti merasakan hakikat seorang hamba yang sangat butuh untuk bergantung pada Sang Khalik, yang menciptakan diri mereka dan juga gulungan air maha dahsyat itu.
Dan, ada sesuatu membisiki saya, -sepertinya hati nurani- bahwa bekal saya untuk menemuiNya masih sangat sedikit…

Setelah berusaha menenangkan diri -asli, rasanya sungguh tak karuan berada di dalam sana- kami pun menyusuri lorong yang berkelok2, dan akhirnya  sampai disini

image

Ini adalah jembatan menuju ruangan selanjutnya. Dibawah jembatan ini terdapat kolam ikan Koi yang tepiannya dihias batu2 bundar yang bertuliskan nama2 negara (sepertinya pemberi bantuan). Sayang ga punya fotonya. Bukan krn gak mau moto, tp karena kamera handset saya kurang mumpuni untuk mengambil gambar dengan jarak dan pencahayaan yang ada hehe.
Dibagian atap, terpasang bendera negara2 yg disematkan kata yang bermakna damai dalam bahasa negara2 tersebut

image

Dari jembatan, kami mengarah ke ruang pamer (sementara -begitu yang tertulis di pintu masuknya)

image

Di dalam ruang ini terdapat berbagai foto terkait peristiwa tsunami tahun 2004. Ada foto kondisi Aceh sebelum tsunami, sesaat setelah tsunami, dan pada masa pemulihan.
Gempa yg memberi imbas ke beberapa negara ini sungguh dahsyat. Jangkauannya bisa dilihat di gambar yang saya ambil dari
http://bpbdpacitan.blogspot.com/2013_11_01_archive.html?m=1 ini

image

Selesai melihat2 foto di dalam ruang pamer tersebut, kami menuju maket Museum. Cantik.

image

Segitu aja dulu cerita tentang Museumnya. Moga tulisan nubie ini bisa memberikan sedikit manfaat^^